Konsultan Jasa Perencanaan Pajak Pertambahan Nilai
Pendahuluan
Salah satu karakteristik dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah bahwa PPN merupakan Pajak Tidak Langsung. Karakteristik ini memberikan suatu pengertian bahwa antara pemikul beban pajak (Destinataris Pajak) dengan Wajib Pajak (dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak/PKP) adalah tidak sama. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selama berstatus sebagai PKP, Wajib Pajak tidak akan memikul beban PPN meskipun Wajib Pajak tersebut melakukan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (ketika SPT Masanya Kurang Bayar), karena pada dasarnya PPN yang dibayarkan tersebut merupakan jumlah yang dipungut dari pembeli (sebagai pemikul beban pajak sesungguhnya).
Mekanisme pengkreditan Pajak Keluaran (cash inflows) dengan Pajak Masukan (cash outflows) akan selalu menghasilkan keseimbangan, sehingga saldo akhir PPN selalu Nihil, baik ketika SPT Masanya berstatus kurang bayar maupun lebih bayar. Apabila aliran uang masuk atau cash inflows digambarkan dengan tanda panah ke arah kiri ( ) sedangkan aliran uang keluar atau cash outflows digambarkan dengan tanda panah ke arah kanan ( ), maka penjelasan mengenai saldo PPN yang selalu Nihil setiap akhir masa pajak adalah sebagai berikut:
- SPT Masa PPN yang menunjukkan status Kurang Bayar:
Pajak Keluaran Rp100 cash inflows
Pajak Masukan Rp 80 cash outflows
Kurang bayar Rp 20 cash outflows
* Kesimpulan: Jumlah cash inflows = jumlah cash outflows = Rp 100.
- SPT Masa PPN yang menunjukkan status Lebih Bayar:
Pajak Keluaran Rp 200 cash inflows
Pajak Masukan Rp 240 cash oufflows
Lebih bayar (Rp 40) cash inflows
* Cash inflows sebesar Rp 40 diperoleh dari restitusi maupun kompensasi.
Kesimpulan: Jumlah cash inflows = jumlah cash outflow = Rp 240.
Yang harus menjadi perhatian bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah karakteristik Faktur Pajak karena Faktur Pajak merupakan bagian paling penting dari mekanisme PPN. Dalam kondisi tertentu terkadang PKP Penjual akan memikul beban PPN Keluaran (yang seharusnya beban Pembeli) terlebih dahulu karena adanya kewajiban membuat Faktur Pajak Keluaran sedangkan pada saat yang sama pembeli belum siap memikul beban PPN yang seharusnya menjadi beban dia.
Pemahaman yang baik terhadap seluk beluk Faktur Pajak akan menghindarkan Wajib Pajak dari masalah cash flows serta terhindar dari pengenaan sanksi administrasi yang mungkin timbul karena pembuatan Faktur Pajak tersebut.
Prinsip-Prinsip Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan
1. Penundaan Pembayaran PPN
Dalam hal terjadi transaksi penyerahan yang dilakukan secara kredit, Pengusaha Kena pajak diperkenankan untuk menerbitkan Faktur Pajak sampai dengan paling.lambat pada akhir bulan berikutnya, sehingga pembayaran pajak dapat ditunda sampai dengan bulan berikutnya. Selain itu, terdapat transaksi-transaksi tertentu yang terutarang PPN (Pajak Keluaran), tetapi tidak menghasilkan cash inflows bagi Pengusaha Kena Pajak. Dengan demikian, Pengusaha Kena Pajaklah yang akan menanggung beban pajak dan membayar PPN-nya. Transaksi-transaksi ini adalah:
- Pemakaian sendiri untuk keperluan konsumtif;
- Pemberian cuma-cuma.
Terhadap transaksi yang terutang PPN Keluaran, tetapi tidak menghasilkan aliran uang masuk (cash inflows), Pengusaha Kena Pajak dapat melakukan penundaan pembayaran PPN sampai bulan berikutnya, yaitu dengan cara menerbitkan Faktur Pajak standar pada akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya penyerahan.
2. Penggunaan Faktur Pajak Sederhana
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan transaksi dengan pihak pembeli yang tidak memiliki NPWP, pihak penjual dapat menggunakan Faktur Pajak sederhana untuk menimbulkan pengaruh psikologis kepada pembeli bahwa “seolah-olah” transaksi tersebut tidak terutang PPN, karena jumlah penyerahan yang tercantum di dalam Faktur Pajak sudah termasuk PPN (implisit). Penjelasan bahwa di dalam harga yang dibayarkan oleh pihak pembeli telah termasuk dengan PPN tetap dicantumkan di dalam Faktur sederhana tersebut, hanya tidak mencolok. Unsur dari Faktur Pajak sederhana yang lengkap adalah :
- Identitas Penjual;
- Dasar Pengenaan pajak, yaitu harga jual (sudah termasuk PPN);
- Tanggal pembuatan faktur;
- PPN yang dipungut, dengan tulisan tidak menyolok: “harga di atas sudah termasuk PPN 10%” untuk menimbulkan kesan kepada pihak pembeli bahwa seolah-olah tidak dikenakan PPN.
Sedangkan untuk Faktur Pajak standar yang lengkap, masih ditambah dengan 3 (tiga) unsur yang berupa: nomor seri Faktur Pajak, identitas pembeli, dan ditandatangani.
3. Menghindari Sanksi Administrasi yang Berkaitan Dengan Faktur Pajak
Dalam menerbitkan Faktur Pajak Pengusaha Kena Pajak perlu memahami persyaratan formal maupun persyaratan material Faktur Pajak, sehingga terhindar dari :
a. pengenaan sanksi administrasi perpajakan, karena:
– tidak lengkap dalam mengisi Faktur Pajak;
– tidak atau terlambat menerbitkan Faktur Pajak.
b. tidak diakuinya Faktur Pajak masukan oleh fiskus, karena:
– tidak memenuhi persyaratan material, misalnya Fakur Pajak atas perolehan Barang kena pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak berhubungan langsung dengan usaha. Pengertian berhubungan langsung dengan usaha adalah berhubungan langsung dengan kegiatan produksi, kegiatan manajemen, kegiatan distribusi, dan kegiatan pemasaran;
– tidak memenuhi persyaratan formal, misalnya Faktur Pajak yang tidak lengkap.
Unsur-unsur Faktur Pajak standar yang lengkap, terdiri dari 7 (tujuh) unsur yaitu:
- Nomor Seri Faktur, yang terdiri dari kombinasi lima huruf dan tujuh angka;
- Identitas penjual;
- Identitas pembeli;
- Dasar Pengenaan Pajak;
- PPN yang dipungut;
- Tanggal Pembuatan Faktur;
- Tandatangan dan stempel/cap perusahaan.
Selanjutnya Wajib Pajak dapat memberi tambahan aksesoris yang lain, misalnya berupa logo perusahaan, pernyataan visi dan misi perusahaan, dan lain sebagainya.
4. Perencanaan PPN Lainnya
Terdapat beberapa perencanaan lainnya, antara lain :
a. Dalam hal pengadaan aktiva berupa bangunan, lebih baik menghindari melakukan kegiatan membangun sendiri. Hal ini disebabkan karena atas pembayaran PPN Membangun Sendiri akan berpotensi tidak dapat dikapitalisasi terhadap harga perolehan dari aktiva tetap berupa bangunan tersebut yang menjadi dasar perhitungan biaya penyusutan di PPh Badan.
b. Bagi para eksportir disarankan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak meskipun tidak melakukan penyerahan BKP.di dalam Daerah Pabean. Hal ini terkait dengan kesempatan untuk mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP dalam langka menyiapkan barang yang akan diekspor.
c. Bagi para pengusaha yang memenuhi kriteria Pengusaha Entreport Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) lebih baik memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP EPTE.
HUBUNGI KAMI :
Hotline : (021) 22085079
Call/WA : 0818 0808 0605 (Ikhwan)
CAll/SMS : 0812 1009 8812/ 0812 1009 8813
Email: kjaashadi@gmail.com; info@kjaashadi.com